Semacam Lakuan yang Bisa Diperankan


1

"Peran Aktif Mahasiswa dalam Otonomi Daerah: Perda Kebudayaan", sebuah tema yang diapungkan panitia dalam Temu Ilmiah yang kali pertama ini diadakan di kampus Universitas Padjadjaran. Menyinggung Temu Ilmiah dalam kaitannya dengan salah satu kegiatan yang dilaksanakan IMBASADI (Ikatan Mahasiswa Bahasa & Sastra Daerah Indonesia), sejatinya majelis yang terselenggara ini dapatlah memberikan sumbangsihnya untuk lebih memantapkan dan menumbuhkembangkan keberlangsungan eksistensi bahasa dan sastra daerah yang ada di antero Indonesia. Harapan itu kiranya tidaklah terlalu berlebihan, semisal disadari bahwa gempungan yang terselenggara ini bukanlah kegiatan rutinitas atau pun seremonial belaka yang notabene sudah kehilangan daya pukaunya untuk dihayati dan diambil faedahnya.

Menyoal tema yang telah diketengahkan di atas, terasa perlu untuk merumuskannya dahulu guna kepentingan tulisan ini. Diawali dengan peran aktif, frasa ini menyaran pada pengertian lakuan yang dinamis dan kreatif dengan jalan menjadi partisipan langsung atau ikut ambil bagian menjadi pelaku utama. Ihwal yang ditunjuk oleh pengertian itu adalah mahasiswa—segolongan yang diyakini khalayak umum sebagai bagian kaum intelektual, yang dimaksud mahasiswa di sini adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah yang ada di antero Indonesia. Adapun lakuan yang dinamis dan kreatif itu adalah dilihat dalam hubungannya dengan otonomi daerah: hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; yang menjadi acuannya adalah perda kebudayaan yang berlaku di wilayah setempat. Kini yang menjadi pertanyaannya adalah, dengan mengacu pada perda kebudayaan yang berlaku di wilayah setempat, lakuan serupa apa yang bisa diperankan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah di antero Indonesia dalam hubungannya dengan otonomi daerah?

2

Sebelum mengungkai jawaban atas pertanyaan di atas, kiranya kudu diterangkan dahulu beberapa hal yang menjadi batasan masalahnya. Seperti yang telah ditunjuk pada alinea kedua di atas bahwa acuan untuk lakuan yang bisa diperankan  mahasiswa dalam hubungannya dengan otonomi daerah adalah perda kebudayaan yang berlaku di wilayah setempat, maka perda kebudayaan yang dijadikan acuan untuk kepentingan tulisan ini adalah Perda Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Hal ini kiranya merupakan konsekuensi logis bila mengingat penulis adalah sebagai wakil dari Jurusan Sastra Daerah untuk Sastra Sunda, Universitas Padjadjaran. Penggunaan Perda Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dalam tulisan ini sudah menyiratkan cakupan yang dijangkaunya terkesan tidaklah holistik. Akan tetapi, hanya dengan seperti itulah masalah yang akan diurai menjadi lebih membumi, semisal melihat lanskap dunia luar dari liang kunci-pintu kamar milik kita. Walau bagaimanapun lewat tulisan sederhana ini dicobausahakan aspek-aspek yang akan diurai sebisa mungkin ada relevansinya dengan bahasa dan sastra daerah lian yang ada di nesia yang  indo ini.

Perda Kebudayaan Provinsi Jawa Barat itu sendiri mencakup tiga buah peraturan daerah, yaitu Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Kesenian, dan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional, dan Museum. Adapun disiplin ilmu yang dipelajari di Jurusan Sastra Daerah untuk Sastra Sunda dibagi ke dalam tiga BKU (bidang kajian utama), yaitu sastra, linguistik, dan filologi.  Bila melihat perda kebudayaan yang termaktub di atas, perda kebudayaan yang ada hubungannya dengan disiplin ilmu yang dipelajari adalah terutama Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.  

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah pada Bab II Pasal 2 di dalamnya tersurat tujuan pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah, yaitu selengkapnya adalah
memantapkan keberadaan dan kesinambungan penggunaan bahasa, sastra dan aksara daerah sehingga menjadi faktor pendukung bagi tumbuhnya jati diri dan kebanggaan daerah;
  1. memantapkan kedudukan, fungsi bahasa, sastra dan
  2. melindungi, mengembangkan, memberdayakan dan memanfaatkan bahasa sastra dan aksara daerah yang merupakan unsur utama kebudayaan daerah yang pada gilirannya menunjang kebudayaan
  3. meningkatkan mutu penggunaan potensi bahasa, sastra dan aksara daerah.
Sesuai dengan tujuan di atas, di bawah akan diurai beberapa hal lakuan yang bisa diperankan mahasiswa sebagai partisipan langsung dalam hubungannya dengan otonomi daerah.

3

Di lihat dari disiplin ilmu sastra yang di dalamnya dipelajari tentang teori, kritik, dan sejarah sastra, mahasiswa bahasa dan sastra daerah dapat berperan aktif dalam otonomi daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara apresiasi ke khalayak umum, penelitian, dan pemasyarakatan. Apresiasi ke khalayak umum yang dimaksud adalah upaya konkret untuk mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan khalayak umum akan khazanah sastra daerah setempat. Penelitian di sini mengarah pada pengertian pengumpulan bahan tentang karya sastra klasik atau pun kiwari yang nantinya berguna untuk penyusunan teori, kritik, dan sejarah sastra. Adapun pemasyarakatan diartikan sebagai usaha menjaga kesinambungan eksistensi sastra daerah dengan memasyarakatkan penulisan dan publikasi sastra.

Beragam apresiasi yang bisa diselenggarakan untuk khalayak umum di antaranya adalah pasanggiri membaca dan menulis sastra, diskusi sastra, dan pembacaan karya penulis sastra. Pasanggiri membaca dan menulis sastra dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan. Untuk khazanah sastra kiwari, seperti lomba membaca sajak, cerpen, dan fragmen novel serta lomba menulis sajak, cerpen, dan novel. Untuk sastra klasiknya dicari kemungkinan perlombaan yang dapat menumbuhkan kecintaan khalayak umum akan leluri sastra daerahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melombakan beberapa genre sastra klasik yang dianggap sebagai pencapaian puncak leluri sastra daerahnya. Diskusi sastra diselenggarakan terutama untuk menanggapi perkembangan sastra daerah setempat yang tengah dilakoni. Hal ini diupayakan dengan beberapa jenis diskusi yang bisa dilakukan, seperti diskusi tentang genre sastra, diskusi tentang penulis dan karyanya, diskusi tentang karya sastra dan dunia realitas, dan diskusi tentang karya sastra dan sejarah. Perlu diperhatikan juga kegiatan yang dapat diapresiasikan ke khalayak umum, yaitu pembacaan karya penulis sastra. Maksudnya di sini adalah pembacaan langsung oleh penulisnya akan karya sastra hasil ciptaannya di khalayak publik. Hal ini guna membuka dialog langsung antara si pencipta dengan si penikmat. 

Sudah saatnya animo masyarakat, khususnya para pelajar, yang begitu besar apresiasinya terhadap khazanah sastra Indonesia harus diimbangi pula dengan apresiasinya terhadap sastra daerah setempat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan khalayak umum, yang di dalamnya mengusung apresiasi sastra, hampir dapat dikatakan terhegemoni oleh sastra Indonesia. Sebagai contoh, secara kuantitatif lomba baca sajak antarpelajar didominasi oleh perlombaan baca sajak yang berbahasa Indonesia. Hal ini kiranya harus disadari bahwa kedudukan bahasa daerah sama pentingnya dengan kedudukan bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu diadakannya sosialisasi ke khalayak umum akan peranan bahasa daerah yang utama di samping bahasa Indonesia. Untuk itu, mahasiswa bahasa dan sastra daerah dituntut peranannya sebagai pionir untuk menyosialisasikan hal tersebut.

Tak kalah penting dari apresiasi ke khalayak umum, penelitian sastra daerah harus sesegera mungkin dilakukan. Penelitian ini diharapkan munculnya dari mahasiswa-mahasiswa bahasa dan sastra daerah. Sudah menjadi kebiasaan bahwa penelitian sastra yang dilakukan mahasiswa hanya sebatas nanti kalau menyusun skripsi untuk tugas akhir memperoleh gelar sarjana. Hal itu kiranya harus disadari bahwa penelitian sastra tak usah menunggu penyusunan skripsi. Akan tetapi, dapat dilakukan sedini mungkin oleh para mahasiswa. Hal yang paling mudah dilakukan di antaranya adalah mulai dari sekarang mengumpulkan dengan rajin bahan-bahan kesusastraan yang pada nantinya bisa disusun menjadi sebuah penelitian. Sebagai contoh, pengumpulan bahan karya-karya sastra seorang pengarang dari mulai ia berkecimpung ke dunia sastra dan masa selanjutnya. Hal ini penting untuk melakukan semacam kritik akan karya-karyanya atau berguna untuk penyusunan sejarah sastra daerah setempat. Itu merupakan sekelumit contoh peranan mahasiswa yang bisa dilakukan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dari mulai sekarang.

Satu hal lagi yang kiranya perlu diemban mahasiswa bahasa dan sastra daerah yang ada di antero Indonesia ini yaitu pemasyarakatan sastra. Pemasyarakatan ini kiranya harus dimulai dengan langkah kita untuk memasyarakatkannya. Diawali dengan kerja kreatif kita berupa mencoba menulis yang nantinya dicoba dipublikasikan. Tulisan itu sendiri bisa apa saja yang penting ada kaitannya dengan sastra daerah setempat. Apakah itu berbentuk sajak, cerpen, novel, esai, atau pun kritik. Hal ini dilakukan terutama untuk terus menjaga kesinambungan eksistensi sastra dan bahasa daerah selanjutnya. Lantas tulisan-tulisan kreatif tersebut harus bisa dibaca oleh khalayak umum. Nah, inilah inti dari pemasyarakatan itu, yaitu publikasi. Di samping mempublikasikan ke tingkat yang lebih luas, misalnya ke koran-koran atau majalah-majalah daerah setempat, alangkah terpujinya kita membuat media publikasi di lingkungan sendiri. Sebutlah contoh penerbitan buletin kampus sangat berguna sebagai ajang latihan mahasiswa-mahasiswanya untuk rajin menulis. Akan tetapi, sering kali tak disadari oleh mahasiswa itu sendiri akan arti penting adanya media publikasi serupa.

4

Bidang linguistik yang di dalamnya dipelajari semacam fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana, mahasiswa dengan disiplin ilmu tersebut dapat mempunyai andil pada otonomi daerah setempat. Tidak jauh berbeda dengan beberapa peran yang bisa dilakukan mahasiswa dalam disiplin ilmu sastra, mahasiswa dengan disiplin ilmu linguistiknya dapat melakukan beberapa hal yang berguna pula. Peran tersebut di antaranya adalah penelitian dan pemasyarakatan. Penelitian di sini dimaksudkan untuk melakukan semacam pengenalan akan kemajemukan bahasa daerah setempat. Dengan meneliti sampai sejauh mana kemajemukan yang dapat memperkaya itu, semisal terdapatnya beberapa dialek dalam bahasa daerah tersebut, maka dengan sendirinya mahasiswa sudah mampu menjabarkan keluasan ruang lingkup bahasa daerahnya. Adapun pemasyarakatan di sini diartikan sebagai usaha untuk menjaga keberlangsungan hak hidup suatu bahasa daerah tersebut.

Banyak macam ragam penelitian yang bisa kita lakukan. Seperti di singgung di atas bahwa kerja penelitian tak usah menunggu pada waktu penyusunan skripsi, maka dalam penelitian bahasa daerah pun bisa dilakukan sedini mungkin dan dalam ruang lingkup sekecil mungkin. Hal itu maksudnya untuk disadari bahwa penelitian itu tak usah diartikan selalu sesuatu yang memerlukan waktu lama, prosedur ketat, dan masalah yang berat, tetapi bisa juga dimulai dengan hal-hal yang kecil yang tentunya tak memerlukan waktu lama. Maksud hal-hal kecil di sini adalah jadikanlah sesuatu hal kecil yang mengganggu anda mengenai bahasa daerah menjadi sebuah proses untuk menelitinya. Sebutlah contoh, bila timbul pertanyaan menyangkut suatu bahasa daerah tentang ketakajegan penggunaan imbuhan dalam proses morfologis pada kosakata bahasa daerah bersangkutan, hal tersebut sebenarnya bisa diteliti untuk mencapai jawabannya. Tidak menutup kemungkinan dengan penelitian intensif dan ekstensif selanjutnya, dari hal yang kecil itu akan melahirkan sebuah teori baru akan disiplin ilmu linguistik.

Di samping contoh penelitian yang bisa kita lakukan di atas, ada satu contoh lagi penelitian yang sebenarnya mesti kita lakukan dalam rangka menyukseskan otonomi daerah. Perihal penelitian termaksud adalah penelitian tentang dialek bahasa setempat. Hal ini kiranya sangat penting untuk memperoleh gambaran lengkap tentang bahasa daerah setempat. Dialek, sebagaimana dipelajari dalam mata kuliah dialektologi, sebenarnya dapat diteliti mulai dari penelitian bahasa daerah yang berkembang di wilayah mahasiswa bermukim. Maksudnya, bila seseorang tinggal di daerah tertentu yang bahasanya identik sama dengan bahasa daerah lain dalam satu wilayah daerah yang besar lagi, tetapi ada kekhasan yang dipunyai bahasa daerah tertentu itu, maka secara sembarang hal bahasa daerah tertentu itu merupakan dialek dari bahasa daerahnya. Nah, tugas mahasiswa yang tinggal di daerah tertentu tersebut untuk melakukan pendataan, pengklasifikasian, perumusan, dan pada akhirnya penyimpulan akan dialeknya. Kerja tersebutlah yang dimaksud dengan penelitian yang dimulai dari wilayah sekitar kita. Bila setiap penelitian yang dilakukan mahasiswa tentang dialek bahasa daerah bersangkutan dikerjakan dengan sungguh daria, tak perlu lagi penelitian loka bahasa yang dilaksanakan pemerintah setempat yang notabene sudah kehilangan wibawanya.

5

Terakhir yang akan diurai adalah dalam bidang disiplin ilmu filologi. Filologi yang di dalamnya dipelajari tentang identifikasi naskah, transliterasi aksara, dan terjemahan, disiplin ilmu ini dapat dijadikan lakuan yang bisa diperankan oleh mahasiswa bahasa dan sastra daerah yang ada di antero Indonesia. Seperti juga beberapa hal lakuan yang bisa dilakukan mahasiswa di atas, dalam uraian ini pun tidak jauh berbeda. Hanya yang membedakannya adalah dari segi bidangnya, yaitu filologi. Lakuan yang bisa diperankan di antaranya adalah penelitian dan pemasyarakatan. Penelitian di sini dimaksudkan sebagai memburu naskah dari berbagai tempat untuk dipelajari dengan cara diidentifikasi, ditransliterasi, dan diterjemahkan pada akhirnya. Memburu naskah janganlah diartikan harus selalu mencari ke kampung-kampung yang tradisi tulisnya sudah berkembang sedari dulu, tetapi memburu naskah di sini adalah usaha daria untuk mempelajari naskah. Hal yang paling gampang kita lakukan adalah memanfaatkan perpustakaan nasional di Jakarta atau museum-museum di daerah setempat. Adapun pemasyarakatan diartikan sebagai memasyarakatkan temuan-temuan hasil kerja filolog atas naskah yang ditelitinya.

Penelitian filologi sering kali dianggap remeh yang kerjanya hanya mengidentifikasi naskah, mentransliterasikan naskah, dan menerjemahkan naskah ke bahasa sasaran. Justru kerja seperti itulah yang merupakan gerbang dari penelitian selanjutnya akan naskah-naskah yang menjadi sumber datanya. Bila saja dalam proses mentransliterasi aksara banyak sekali ketidakcermatan, semisal suatu kata akan dijadikan data penelitian linguistik historis, pada akhirnya terdapatlah cela buat penelitian bahasa selanjutnya. Jadi, di sini perlu ditekankan bahwa hierarkis disiplin ilmu itu sebenarnya tidak ada karena masing disiplin ilmu mempunyai prosedur yang  berlaku. Menyambung penelitian filologi yang bisa dilaksanakan mahasiswa, bila mahasiswa sedari sekarang rajin mengotak-atik naskah-naskah kuno yang ada di beberapa perpustakaan, kekhawatiran hilangnya nilai tradisi lama hanyalah nantinya jadi isapan jempol belaka. Hal ini karena naskah-naskah kuno tersebut sudah didokumentasikan dan diselamatkan dari kepunahan.

Sebelum menutup uraian sepenuhnya, kiranya perlu dijelaskan dahulu soal pemasyarakatan hasil temuan filolog atas naskah-naskah yang diuliknya. Sebagai contoh, aksara yang ada dalam naskah yang di dalamnya sebagai lambang-lambang untuk merekam budaya setempat, bisa dimasyarakatkan melalui penulisan nama tempat-tempat umum dengan media aksara daerah setempat. Hal itu selain menjadi sebuah kebanggaan daerah, tetapi bisa juga menjadi daya tarik wisata. Bukankah kita harus bangga sebagai bangsa yang mempunyai sistem ortografi sendiri sebagai alat perekam budaya bangsanya? Hal itu terasa seketika sarjana Barat dahulu menyatakan bahwa orang Sunda tak mempunyai aksara sendiri untuk merekam budaya bangsanya, melainkan meminjam aksara Jawa, yaitu Carakan yang di Sunda menjadi Cacarakan. Akan tetapi, berkat temuan filolog setelah mengkaji naskah-naskah kuno, ditemui adanya aksara milik Sunda sendiri yang hurufnya dimulai dengan Ka-Ga-Nga.

Semacam makalah yang disampaikan pada Pekan Budaya Nusantara-IMBASADI di kampus Universitas Padjadjaran pada tanggal 13 Mei 2004.

0 Response to "Semacam Lakuan yang Bisa Diperankan"

Posting Komentar

Jika postingan di atas bermanfaat dan Anda tertarik untuk berbagi perasaan dan pikiran bersama kami, silakan tulis komentar. Terima kasih ;-)