Pentingnya Studi Filologi


Sudah semestinya memutuskan kembali ke akar budaya sendiri, dalam hal ini menghayati kembali nilai-nilai kearifan lokal, sebagai sikap berkebudayaan terhadap persoalan semakin intensifnya nilai-nilai budaya asing yang merambah masuk ke dalam ranah budaya suatu bangsa di era globalisasi yang sedang berlangsung dewasa kini. Kearifan lokal (local wisdom) adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu bangsa di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada bangsa itu daya-tahan dan daya-tumbuh di dalam wilayah di mana bangsa itu berada [1]. Dalam kaitannya dengan wacana kearifan lokal, sudah selayaknya diinsyafi pula bahwa naskah lama sebagai warisan budaya (culture heritage) suatu bangsa sedemikian penting keberadaannya tatkala artefak budaya itu menjadi salah satu sumber alternatif pilihan dalam perujukan nilai-nilai kearifan lokal.

Bagi bangsa Indonesia, tersedianya naskah lama sebagai sumber nilai-nilai kearifan lokal tentu saja tidak perlu lagi diragukan keberadaannya. Hal ini mengingat keberadaan naskah lama itu tersedia dalam jumlah yang sangat menakjubkan dan bermacam ragam bahan, bahasa, aksara dan kandungan isinya. Berdasar informasi yang diberikan Siti Baroroh Baried dkk. (1994:9), bangsa Indonesia pada saat ini memiliki peninggalan tulisan masa lampau dalam jumlah yang sangat besar. Tidak kurang dari 5.000 naskah dengan 800 teks tersimpan dalam museum dan perpustakaan di beberapa negara. Untuk naskah Sunda sendiri, saat ini yang terkumpul dalam berbagai perpustakaan di dunia hampir mendekati kisaran angka 1.500 buah naskah (Henri Chambert Loir & Oman Fathurahman, 1999:181). Ketersediaan naskah yang disebutkan para ahli tersebut akan bertambah semakin besar jumlahnya bila memperhitungkan juga naskah-naskah lainnya yang masih tersimpan secara perseorangan di masyarakat pendukung kebudayaan daerah setempat. Dengan demikian, maka tidaklah terlalu berlebihan bila Indonesia merupakan khazanah raksasa bagi naskah lama yang kebanyakan ditulis dalam bahasa dan aksara daerah (Haryati Soebadio, 1973:6).

Agitasi di atas sejatinya ingin lebih menegaskan perihal salah satu relevansi naskah lama dengan masa kini, yaitu sebagai sumber nilai-nilai kearifan lokal. Di samping relevansinya sebagai sumber nilai-nilai kearifan lokal, relevansi naskah lama dengan masa kini dapat dilihat dari beberapa aspek yang lainnya, yaitu aspek bahasa, sastra, sejarah, agama, hukum, filsafat, politik, sosial, kesehatan, astronomi, dan arsitektur (Siti Chamamah Soeratno, 1997:12-28). Satu contoh nilai kearifan lokal yang relevan dengan masa kini, sebuah ungkapan dalam naskah Sunda lama Sang Hiang Siksa Kanda Ng Karesian, yaitu Tapa di nagara (Bertapa di tengah-tengah kehidupan sehari-hari). Bagi masyarakat suku bangsa Sunda tradisional, hidup itu sendiri adalah bertapa (ibadah). Hidup adalah menyucikan diri agar layak berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Suci  [2].

Arti penting keberadaan naskah lama dilihat dari relevansinya dengan masa kini, pada hakikatnya, baru mendapatkan aksentuasinya setelah sebelumnya dilakukan studi terlebih dahulu atas naskah lama tersebut. Baried dkk. (1994:1), menjelaskan bahwa studi terhadap karya tulis masa lampau atau naskah lama dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan tulisan masa lampau terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Pun menurut Achadiati Ikram [3], studi terhadap hasil warisan budaya berupa naskah adalah sebagai upaya menggali kembali kearifan sejarah masa lalu dan sekaligus memperoleh nilai-nilai historis yang berguna untuk kehidupan masa kini.

Studi yang mutlak perlu didahulukan sebelum studi yang lainnya dilakukan atas naskah lama tersebut adalah studi filologi. Menurut Edi S. Ekadjati [4], studi atas naskah lama idealnya dilakukan dulu secara filologis karena ilmu yang menggarap naskah itu ialah  filologi. Baru kemudian hasil suntingan filolog tersebut dijadikan obyek atau bahan studi ilmu-ilmu lain sesuai dengan jenis isi naskahnya. Hal senada diungkapkan oleh Edwar Djamaris (2002:7), suatu naskah baru boleh dibahas isinya kalau naskah yang bersangkutan sudah diteliti sedalam-dalamnya secara filologi. Sebelum studi filologi dilakukan, isi naskah itu belum dapat dipastikan kebenarannya. Boleh dikatakan, teks yang digunakan itu baru bersifat sementara, sebab tidak bisa ditutup kemungkinan, bahwa teks yang digunakan disalahartikan oleh ahli sejarah, ahli sosiologi, ahli hukum, dan sebagainya.

Dalam hal ini, filologi merupakan satu disiplin ilmu yang diperlukan untuk satu upaya yang dilakukan terhadap peninggalan tulisan masa lampau dalam rangka kerja menggali nilai-nilai masa lampau. Filologi dengan demikian merupakan satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan studi terhadap hasil budaya manusia pada masa lampau (Baried dkk., 1994:2).
Berangkat dari pemahaman di atas, alih-alih menihilkan sama sekali pentingnya studi filologi atas naskah lama, menaruh perhatian lebih pada studi filologi merupakan satu keniscayaan yang perlu digalakkan dewasa kini mengingat artefak budaya berupa naskah itu rentan pada kerusakan secara fisik. Sebelum kekayaan naskah lama itu terwarisi ke generasi berikutnya hanya tinggal seonggok benda yang tidak berguna selain sebagai artefak budaya yang dimuseumkan, sedari sekarang naskah lama itu kudu diteliti untuk diketahui kandungan isinya dan diselamatkan dari kehancuran dengan tindakan preservasi yang semestinya [5].
---------------
[1]
Saini KM. (30 Juli 2005). Kearifan Lokal di Arus Global (1). Pikiran Rakyat. Diakses 18 Juni 2006 dari: http://www.pikiran -rakyat.com/cetak/2005/0705/30/khazanah/lainnya01.htm.
[2]
Saini KM. (6 Agustus 2005). Kearifan Lolak di Arus Global (2). Pikiran Rakyat. Diakses 18 Juni 2006 dari: http://www.pikiran -rakyat.com/cetak/2005/0805/06/khazanah/lainnya01.htm.
[3]
Syamsul Huda & Purwaka, " 'Abdul-Rauf As-Sinkili: Studi Tentang Naskah Mawaiz Al-Badiah," Jurnal Penelitian UNIB, Vol. VIII, No. 2 (Juli, 2002), hal. 72-77.
[4]
Her Suganda, "Dr Edi S. Ekadjati: Mencari Sejarah Sunda Dengan Dua Perahu," Kompas, 1 Februari, 1994, hal. 20.
[5]
Perihal preservasi naskah, lihat "Khasanah Naskah Nusantara" dalam Karsono H. Saputra, ed. Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia 4-6 Juni 1996 (Tuti Munawar & Nindya Noegraha, 1997:46-51).

REFERENCES
Baried dkk., Siti Baroroh. 1994. Pengantar Teori Filologi. Cet. II. Yogyakarta: BPPF Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
Chambert-Loir, Henri dan Oman Fathurahman. 1999. Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-naskah Indonesia Sedunia. Jakarta: Ecole française d'Extrême-Orient dan Yayasan Obor Indonesia.
Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco.
Huda, Syamsul & Purwaka. " 'Abdul-Rauf As-Sinkili: Studi Tentang Naskah Mawaiz Al-Badiah," Jurnal Penelitian UNIB, Vol. VIII, No. 2 (Juli, 2002).
Munawar, Tuti & Nindya Noegraha. 1997. "Khasanah Naskah Nusantara". Dalam Karsono H. Saputra, ed. Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia 4-6 Juni 1996. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara.
Saini KM. (30 Juli 2005). Kearifan Lokal di Arus Global (1). Pikiran Rakyat. Diakses 18 Juni 2006 dari: http://www.pikiran -rakyat.com/cetak/2005/0705/30/khazanah/lainnya01.htm.
--------. (6 Agustus 2005). Kearifan Lolak di Arus Global (2). Pikiran Rakyat. Diakses 18 Juni 2006 dari: http://www.pikiran -rakyat.com/cetak/2005/0805/06/khazanah/lainnya01.htm.
Soeratno, Siti Chamamah. 1997. "Naskah Lama dan Relevansinya dengan Masa Kini". Dalam Karsono H. Saputra, ed. Tradisi Tulis Nusantara: Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia 4-6 Juni 1996. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara.
Suganda, Her. "Dr Edi S. Ekadjati: Mencari Sejarah Sunda Dengan Dua Perahu," Kompas, 1 Februari, 1994, hal. 20.

0 Response to "Pentingnya Studi Filologi"

Posting Komentar

Jika postingan di atas bermanfaat dan Anda tertarik untuk berbagi perasaan dan pikiran bersama kami, silakan tulis komentar. Terima kasih ;-)