Sekali Lagi Tentang Cinta: Kerikil


Nenden Lilis A

Kerikil

akhirnya, tinggal kerikil di hatiku (1)
dan rasa linu jari-jari yang dicongkel kukunya (2)
bertahun mengingatmu, hanya mengundang (3)
kesedihan seseorang yang menimba air (4)
di sumur kering yang tua (5)
di hening malam derit katrolnya kian terasa (6)

tapi masih juga kakakanmu menggemaung (7)
menepikan angin (8)
lalu lama berhuni di gelap dadaku (9)
memperdengarkan kepuasan seseorang (10)
yang mengulur dan menarik tali (11)
pada tangan yang tak kau sempatkan meraihnya (12)

ada sereset bambu di ulu tenggorokan (13)
yang ingin kuteriakkan agar kau dengar (14)
sebelum lebih dalam menggoresi pita suaraku (15)
dan membuatnya berdarah (16)

1999

(Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001: 2001)

Membaca Nenden dalam sajaknya "Kerikil", sekali lagi tentang cinta. Memang bukanlah sesuatu yang baru, semacam mengunyah ulang tema serupa yang pernah dikerjakan orang sebelumnya. Masing begitu, pencapaian estetik orang perorang jelas tidak sama, dengan sendirinya gaya pengucapan dan cara menyikapinya pun berbeda pula. Sebutlah contoh Chairil dalam "Senja di Pelabuhan Kecil" akan berbeda dengan "Hanya Satu"-nya Amir Hamzah, walaupun masing keduanya mengusung tema yang sama. Justru hal demikianlah yang telah memperkaya khazanah perpuisian di Indonesia. Sedang ikhwalnya "Kerikil", lewat tulisan ini akan dicoba merebut makna sajak darinya. Dengan keyakinan sajak yang ditampilkan merupakan sajak yang baik, yaitu sebuah bangunan bahasa yang utuh dan otonom.

Kesan pertama didapati adanya nada ketak-enakan lewat ungkapan semisal kerikil di hatiku (1), jari-jari yang dicongkel kukunya (2), menimba air di sumur kering yang tua (4 – 5), dan sereset bambu di ulu tenggorokan (13); yang kesemuanya itu menyarankan sebuah citraan penderitaan yang menyakitkan. Hal apa yang menjadi penyebabnya dapat diketahui lewat kata kuci, bertahun mengingatmu (3). Sebuah kata yang sederhana sekaligus dewasa untuk menyiratkan perasaan cinta pada kau-lirik. Walaupun sama sekali tak ditemukan kata cinta dalam sajak ini—seakan-akan sesuatu yang tabu bagi Nenden, segera kita tahu bahwa kata mengingatmu adalah nama lain dari cinta. Biasanya kalau ada cinta, pasti ada rindu. Dan dari rindu itu bentuk nyatanya adalah mengingat. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, cinta sejenis apakah yang melahirkan penderitaan dan menyakitkan itu?

Diawali pada bait pertama dengan kata akhirnya (1), sebuah kesimpulan dari bertahun mengingatmu (3) yang hanya melahirkan kesedihan seseorang (4) dan rasa linu jari-jari yang dicongkel kukunya (2) sebelum pada akhirnya tinggal kerikil di hatiku (1). Dalam bahasa lain, Si aku-lirik sampai pada kesadaran bahwa cintanya akan kau-lirik hanya menyisakan beban derita yang menyakitkan. Jelas di sini nampak adanya citraan kesia-siaan. Namun kesia-siaan itu tak membuat cintanya aku-lirik menjadi hilang, hal ini bisa terlihat dari kata bertahun dalam bertahun mengingatmu (3) yang bukan bertahun-tahun. Kata bertahun seperti menandakan sebuah kepastian akan keabadian cinta, walaupun pada kenyataan sesakit apapun. Berbeda dengan bertahun-tahun yang cintanya hanya sampai sebatas pada waktu itu saja, saat menyadari akan kesia-siaan. Hal ini dipertegas lagi pada bait yang kedua. Di sana adanya negasi dari citraan pada bait pertama, tapi masih...menggemaung (7) perasaan cinta pada kau-lirik. Kesadaran akan kesia-siaan itu masih menyimpan cinta yang menjelma jadi kesadaran untuk membenci. Karena aku-lirik beranggapan bahwa cinta yang masih ada dari kesadaran akan kesia-siaan, hanya memperdengarkan kepuasan seseorang (10) saja yang mengulur dan menarik tali (11) cinta aku-lirik. Tentunya seseorang itu adalah kau-lirik.

Dari bait pertama dan yang kedua, nampak dan jelas di sana adanya tanggapan aku-lirik akan cintanya pada kau-lirik. Bait pertama melukiskan kesan aku-lirik, sedangkan bait kedua melukiskan kesan kau-lirik dari sudut pandang aku-lirik. Sedangkan yang dilukiskan adalah perasaan cinta. Dapat dirasa kesannya aku-lirik pada perasaan cinta hanya mendatangkan kesedihan seseorang(4), sedangkan kesan kau-lirik dari sudut pandang aku-lirik sebaliknya mendatangkan kepuasan seseorang (10). Dengan hal ini, semakin menggenapkan saja beban derita dari cinta yang harus ditanggung oleh aku-lirik. Mungkin dari sanalah pada bait yang ketiga tertulis ada sereset bambu di ulu tenggorokan (13) yang sejatinya harus diungkapkan sebelum lebih dalam menggoresi pita suaraku (15). Bila dianalogikan, deskripsinya sebagai berikut: Karena tak kuat menahan beban derita dari cinta akan kau-lirik, ada keinginan sekaligus harapan yang ingin kuteriakkan agar kau dengar (14) akan beban derita yang dipikul. Ditakutkan karena lamanya memendam rasa cinta yang melahirkan penderitaan itu, sampai kapan pun tak ada keberanian untuk mengungkapkannya.

Dengan adanya bait ketiga menjadi teranglah akan keseluruhan isi sajak yang dibangun oleh penulisnya, yaitu: Aku-lirik mempunyai rasa cinta pada kau-lirik, namun sayang tak pernah diungkapkan. Makin lama dipendam semakin membuat dia menderita, karena kau-lirik tak pernah tahu akan cintanya. Sampailah pada keberanian aku-lirik untuk mengungkapkan rasa cintanya itu pada kau-lirik. Satu hal yang masih mengganjal, masalah status gender persona aku dan kau-lirik. Interpretasi saya atas sajak ini, aku-lirik maupun kau-lirik bisa dari gender apapun. Karena di dalam sajak itu tak ada sign yang menyiratkan pembedaan status gender. Kita tidak bisa menerima bahwa aku-lirik dari jenis perempuan dan kau-lirik dari jenis laki-laki, hanya karena penulis sajaknya dari kaum perempuan. Ataupun karena ada anggapan umum bahwa yang biasanya tak berani mengungkapkan cinta secara erbal adalah dari kaum perempuan. Bila pun anggapan umum itu benar, maka di sini adanya tendens pengarang untuk kaum perempuan. Yaitu, katakanlah cinta bila kau cinta. Jangan pernah dipendam bila kau tak ingin menderita karena cinta. Yang jelas siapa pun orangnya, apa pun bentuknya, di mana pun tempatnya, dan kapan pun waktunya, sekali lagi tentang cinta katakan cinta. Itu saja.

2003

Pernah dimuat di buletin SeKS No. 10/1/Maret 2003

0 Response to "Sekali Lagi Tentang Cinta: Kerikil"

Posting Komentar

Jika postingan di atas bermanfaat dan Anda tertarik untuk berbagi perasaan dan pikiran bersama kami, silakan tulis komentar. Terima kasih ;-)